Selasa, 04 September 2012

Calung Tarawangsa, Kesenian Khas Tasikmalaya yang Memikat

Beberapa pemain calung rantay saling memainkan irama satu sama lain dan menjadi kunci pokok alunan nada pertunjukan. Nadanya terdengar monoton, tetapi inilah sebenarnya pemberi warna paling kuat. Ditambah suara tarawangsa yang berpadu dengan petikan kecapi membuat suasana terasa khusyuk. Lalu terdengarlah lantunan lagu “Bubuka” lalu lagu “Cipinangan”, “Ayun”, “Manuk Hejo”, “Bambang Kalana” dan “Mulang”, iramanya membawa siapapun yang menyaksikannya pada atmosfer Sunda buhun.

Sebelum calung tarawangsa mengalun, enam orang perempuan paruh baya, berkebaya khas pilemburan, memainkan tutunggulan, yakni kesenian yang memakai waditra alu dan lesung, seperti sedang menumbuk padi. Ketika tutunggulan bersambung dengan pirigan calung tarawangsa, muncullah Mang Aseng Kartijan, memanjatkan doa, memimpin tiga pasang remaja yang menari. Memvisualisasikan beberapa adegan dari laku para petani, saat menggarap sawah, menanam padi, hingga adegan panen. Di akhir adegan tarian, tutunggulan kemudian dimainkan kembali, menjadi jalinan terakhir dari seluruh adegan; yakni menumbuk padi.

Ya, itulah salah satu pertunjukan yang dipentaskan oleh para seniman tradisional di Tasikmalaya. Diketahui, Calung Tarawangsa merupakan jenis musik tradisional yang terdapat di Desa Parung Kecamatan Cigelap dan Kecamatan Cibalong Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Kesenian ini di gunakan sebagai penghormatan kepada Dewi Sri, juga di pertunjukkan pada acara­acara selamatan Khitanan dan Pernikahan.

Pada upacara khusus seperti memotong padi, ampih pare, muruhan dan sebagainya di laksanakan pada slang had atau malam hari. Upacara ini di maksudkan dan mempunyai hikmah "Saeutik mahi loba nyesa" (Sedikit cukup dan banyak harus bersisa). Makna Iainnya yaitu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bersyukur atas Rahmat dan Karunianya serta Rezeki yang telah di limpahkanNya.

Waditra yang di pergunakan adalah Calung Renteng dan Tarawangsa. Lagu lagu yang di bawakan pada upacara khusus yaitu lagu Ayun, Panimang (menimang dan menghormati Dewi Sri yang bare datang) / Sumping yang di bawakan oleh seorang penyanyi Wanita. Sedangkan isi dari lagu­Iagunya adalah puji-pujian kepada Sanghiyang Sri sebagai Dewi Padi. Lagu-lagu pada upacara umum seperti lagu Pingping Koneng, Sangray Rara Muncang, Balaganjur, Cipinang, Sejak, Manuk Hejo, Mulang dan sebagainya.

Berikut ini kutipan dari lagu Manuk Hejo:

-        Manuk hejo sisi rawa Ngaliwat urang eureunan Mending ge jadi baraya Duriat urang eureunan

-        Ciherang nu di kopian Komo lamun jeung rotina Kasorang dina impian Komo lamun jeunip buktina

Sama halnya dengan Calung Tarawangsa di Cibalong, di Cihanyir terdiri dari Tarawangsa dan Kacapi. Lagu­lagunya antara lain ; lagu Saur dan Sirnagalih bersurupan Salendro sedangkan lagu Badut bersurupan Pelog yang merupakan lagu-lagu hiburan. Lagu-lagu hiburan ini di nyanyikan setelah lagu-lagu penghormatan. Lagu penghormatan ini di antaranya,

- Pangemat (memanggil Dewi Padi).

- Pangapungan (menggambarkan Dewi Padi sedang terbang).

- Panganginan (menggambarkan Dewi Padi sedang istirahat).

- Panimang (melukiskan Dewi Padi sedang di timang).

- Lalayaran (menggambarkan Dewi Sri sedang bertamasya).

- Pamapag (menggambarkan penjemputan datangnya Dewi Padi).

- Bangbalikan (mengantarkan pulangnya Dewi Sri, kalau di Cigelap sama dengan lagu Mulang)

Hal yang cukup menonjol pada pertunjukkan Calung Tarawangsa yaitu perangkat yang pola irama serta tangga nadanya lebih mirip pada musik Thailand. WAN